Kamis, 09 Desember 2010

Senyapan dan Kilir Lidah

Dalam proses berbahasa terjadi proses memahami dan menghasilkan ujaran, yakni berupa kalimat-kalimat. Oleh karena itu, Emmon Bach (Tarigan, 1985:3) mengemukakan bahwa Psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara/pemakai bahasa membentuk/membangun kalimat-kalimat bahasa tersebut. Sejalan dengan pendapat tersebut Slobin (Chaer, 2003:5) mengemukakan bahwa psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan bahasa diperoleh manusia. Secara lebih rinci Chaer (2003:6) berpendapat bahwa psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, bagaimana struktur itu diperoleh serta digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu.
Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran. Dalam kaitan ini Garnham (Musfiroh, 2002:1) mengemukakan Psycholinguistics is the study of a mental mechanisms that nake it possible for people to use language. It is a scientific discipline whose goal is a coherent theory of the way in which language is produce and understood yakni ‘Psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran’.
Ujaran, diproses melalui tiga tahap yakni tahap konseptualisasi, formulasi, dan artikulasi. Tahap konseptualisasi, yakni tahap ketika pembicara merencanakan struktur konseptual yang akan disampaikan. Tahap formulasi, yakni tahap di mana lema yang cocok direktrif dari leksikon mental kita dan kemudian diberi kategori dan struktur sintahsis (N, V, Adj, NP, dan sebagainya). Kemudian tahap yang terakhir, tahap artikulasi yakni tahap di mana kerangka dan isi yang sudah jadi itu diwujudkan dalam bentuk bunyi. Studi tentang produksi kalimat tidak dapat dilakukan secara langsung, melainkan hanya dapat dilakukan secara tidak langsung. Hal ini dikarenakan, langkah awal untuk mengetahui tentang studi produksi kalimat adalah dengan mengobservasi kalimat yang diujarkan. Kemudian melalui langkah selanjutnya, kita harus mencermati bagaimana kalimat tersebut diujarkan, di mana pembicara senyap (pause), di mana dia ragu, dan mengapa dia senyap dan ragu, serta kesalahan-kesalahan apa yang dilakukan oleh pembicara yang mengujarkan kalimat tersebut.
Kesenyapan dan keraguan di dalam ujaran atau kalimat terjadi karena pembicara lupa kata-kata apa yang dia perlukan atau dia sedang mencari kata yang lebih tepat untuk diujarkan. Sehingga terjadilah kesalahan di dalam berujar. Untuk mengetahui dan lebih memahami studi tentang produksi kalimat, kita akan membahas dan menganalisis (1) mengenai senyapan dan kilir lidah yang meliputi pokok pembahasan senyapan (pause), kekeliruan (kilir lidah dan afasia), dan unit-unit kilir lidah, kemudian (2) lupa-lupa ingat dan latah, (3) proses pengujaran, (4) artikulasi kalimat, dan bagaimana kekeliruan terjadi melalui data-data di lapangan yang ditemukan, berkaitan dengan kesalahan di dalam berujar.
Yang dipakai untuk menyimpulkan proses mental yang terjadi pada waktu kita berujar ada dua macam, yakni senyapan (pause) dan kekeliruan (errors). Kekeliruan terbagi lagi menjadi dua kelompok, yakni kekeliruan karena kilir lidah dan kekeliruan karena pembicara menderita afasia.
1. Senyapan (pause)
Tidak semua orang dapat berbicara dengan baik dan lancar untuk semua topik pembicaraan. Pada umumnya orang berbicara sambil berpikir sehingga makin sulit topik yang dibicarakan makin besar jumlah senyapan yang muncul. Senyapan yang lebih umum terjadi adalah pada waktu orang ragu-ragu (hesitation).
Ada berbagai alasan mengapa orang senyap. Pertama, orang senyap karena dia telah terlanjur mulai dengan ujarannya, tapi sebenarnya dia belum siap untuk seluruh kalimat itu. Oleh karena itu, dia senyap sejenak untuk mencari kata atau kata-kata untuk melanjutkan ujarannya. Kedua, kesenyapan terjadi karena dia lupa akan kata-kata yang dia perlukan. Kemudian alasan ketiga, bahwa dia harus sangat berhati-hati di dalam memilih kata agar dampaknya pada pendengar tidak menghebohkan.
Ada dua macam kesenyapan berdasarkan ketidak-siapan maupun keberhati-hatian di dalam berujar sebagai berikut: (1) senyapan diam, contoh: Itu si … Agus kemarin ke sini, dan (2) senyapan terisi, contoh: Itu si … Anu (kemarin datang ke sini).
Orang juga sering mengisi senyapan ini dengan bunyi-bunyi tertentu seperti eh dan uh yang hanya sekedar merupakan pengisi belaka. Misalnya, seseorang yang memiliki kedudukan atau jabatan yang tinggi di pemerintahan banyak sekali memakai pengisi eh atau uh di dalam ujarannya dengan alasan karena keberhati-hatian dia untuk tidak menimbulkan dampak yang keliru atau menggegerkan. Hal ini juga kita sering temukan di acara-acara televisi, seperti infotainment, seorang artis/aktor yang memberikan keterangan/klarifikasi kepada wartawan.
Contoh:
(a) Menurut Bapak Presiden ...eh ... soal ini harus ...eh ... dijadikan dasar ...
(b) Ini merupakan ...eh ...masalah yang ...eh ... perlu diamati agar ...eh ...
Menurut Clark & Clark (dalam Soendjono, 2003:145) bahasa Inggris memiliki pula berbagai cara untuk mengisi senyapan ini dan pengisi ini memiliki makna masing-masing, yaitu:
Oh → untuk pemilihan referen – I would like, oh, carrot.
Ah → untuk kesuksesan memori – I would like, ah, carrot.
Well → untuk kemiripan kata – I would like, well, carrot.
Say → untuk percontohan – I would like, say, carrot.
Begitu juga dengan kata-kata seperti that is, or rather, I mean, dan well juga memiliki makna tertentu. Sedangkan bahasa Indonesia juga memiliki piranti yang sama. Penyiar televisi yang membuat kekeliruan akan memperbaiki kekeliruan tersebut dengan memakai kata-kata atau frasa, seperti maaf atau maksud kami.
Contoh:
(a) Menteri dalam negeri, maksud kami, luar negeri, menyatakan bahwa ...
(b) Peledakan bom di kota, maaf, di Kuta ...
Senyapan keraguan tidak terdapat di sembarang tempat. Akan tetapi, di mana persisnya belum ada kesepakatan yang mantap di antara para ahli. Ada yang mengatakan bahwa senyapan seperti itu terdapat sesudah kata pertama di dalam suatu klausa atau kalimat, tetapi ada pula yang menyatakan bahwa senyapan terdapat sebelum bentuk leksikal. Namun, menurut kesepakatan para ahli mengenai tempat-tempat senyapan terjadi yakni, (1) jeda gramatikal, (2) batas konstituen yang lain, dan (3) sebelum kata utama pertama di dalam konstituen.
2. Kekeliruan
Kekeliruan di dalam berbicara dapat disebabkan oleh kilir lidah atau oleh penyakit afasia. Kilir lidah terjadi karena kita tidak memproduksi kata yang sebenarnya kita kehendaki. Kita memproduksi kata-kata lain, kita memindah-mindahkan bunyi, atau kita mengurutkan kata secara keliru. Berbeda dengan afasia, yaitu kekeliruan yang terjadi dikarenakan otak kita terganggu sehingga kita menjadi tidak mampu untuk mengujarkan kata yang kita inginkan.

a. Kilir Lidah
Kilir lidah adalah suatu fenomena di dalam produksi ujaran, di mana pembicara “terkilir” lidahnya sehingga kata-kata yang diproduksi bukanlah kata yang pembicara maksudkan. Kilir lidah disebabkan oleh seleksi yang keliru, antara lain:
1) Seleksi semantik yang keliru (Freudian slips)
Pada tipe seleksi ini, orang meretrif kata yang ternyata bukan yang dia inginkan. Hal ini dikarenakan, manusia menyimpan kata berdasarkan sifat-sifat kodrati yang ada pada kata-kata itu. Kekeliruan pada seleksi semantik ini pada umumnya berwujud kata yang utuh dan berasal dari medan semantik yang sama. Misalnya: Kamu nanti beli kol, maksud saya, sawi, ya. Pada contoh tersebut, kol dan sawi termasuk di dalam satu kelompok yang dinamakan sayuran. Coba perhatikan pada contoh berikut: Kamu nanti beli kol, maksud saya, pensil, ya. Kekeliruan pada kalimat tersebut mustahil; akan terjadi, karena medan semantik antara kol dan pena adalah berbeda.
2) Kilir lidah malaproprisme
Asal mula lahirnya istilah ini berasal dari peran seorang wanita di dalam sebuah novel karangan Richard Sheridan The Rivals, yang bernama Ny. Malapro. Dalam novel itu Ny. Malapro digambarkan sebagai wanita yang ingin kelihatan berkelas tinggi dengan memakai kata yang muluk-muluk. Akan tetapi, yang terjadi adalah bahwa kata-kata itu bentuknya memang mirip tetapi keliru. Misalnya: allegory untuk alligator (dalam bahasa Inggris) dan antisisapi untuk antisipasi.
3) Campur kata (blends)
Kekeliruan pada tipe ini muncul apabila seseorang tergesa-gesa sehingga dia mengambil satu atau sebagian suku kata dari kata pertama dan satu atau sebagian suku lagi dari kata yang kedua dan kemudian kedua bentuk itu dijadikan satu. Di dalam bahasa Inggris sering terjadi, tapi kesalahan tersebut dimanfaatkan untuk menciptakan kata yang lebih pendek. Misalnya: Please expland (dari explain menjadi expand). Sedangkan di dalam bahasa Indonesia, fenomena kesalahan campur-kata seperti ini tampaknya sangat jarang. Hal ini disebabkan oleh kata di dalam bahasa Indonesia umumnya bersuku kata dua atau lebih sehingga, mungkin, percampurannya akan tidak mudah.
3. Unit-unit pada Kilir Lidah
Secara garis besar unit-unit pada kilir lidah adalah fitur distingtif, segment fonetik, sukukata, kata, dan konstituen yang lebih besar dari kata.
a. Kekeliruan Fitur Distingtif
Kekeliruan ini terjadi apabila yang terkilir bukan suatu fonem, tetapi fitur distingtif dari fonem itu saja. Contohnya: clear blue sky → glear plue sky. Kekeliruan dari clear ke glear sebenarnya bukan penggantian fonem /k/ menjadi /g/, tetapi penggantian fitur distingtif [-vois] dengan [+vois]. Kekeliruan ini sangat jarang terjadi. Di dalam bahasa Indonesia dapat dicontohkan pada kata Paris menjadi Baris.
b. Kekeliruan Segmen Fonetik
kekeliruan segmen fonetik merupakan kekeliruan yang paling umum, yang jumlah fiturnya lebih dari satu. Contoh: with this ring I thee wed → with this ring I thee red left hemisphere → heft lemisphere. Bunyi /r/ pada ring mempunyai titik artikulasi yang berbeda dengan /w/ pada wing, begitu juga dengan bunyi /l/ dan /h/ pada left dan hemisphere. Kekeliruan di mana bunyi yang saling mengganti ini berbeda lebih dari satu fitur distingtif dinamakan kekeliruan segmen fonetik. Dapat dikatakan bahwa kekeliruan seperti ini adalah kekeliruan di mana fonem bertukar tempat.
c. Kekeliruan Sukukata
Dalam bahasa Indonesia kita sering temukan kekeliruan pada sukukata, contohnya: ke-pa-la → ke-la-pa, se-mi-nar → se-ni-mar, dst.
d. Kekeliruan Kata
kekeliruan ini terjadi bila yang tertukar tempat adalah kata. Contoh: tank of gas → gas of tank, go for broke → broke for go. Kekeliruan ini kadang-kadang berlalu tanpa pembicara menyadarinya.
DAFTAR RUJUKAN
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Tarigan Nababan, Sri Utari Subiyakto. 1992. Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Psikolinguistik. Bandung: Angkasa.
Musfiroh, Tadkirotun. 2002. Pengantar psikolinguistik. Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta.

1 komentar: