Senin, 08 November 2010

Laskar Pelangi: Novel atau bukan?

novel, merupakan salah satu contoh dari gengre sastra prosa selain puisi dan drama.
novel adalah karya sastra yang ditulis berdasarkan daya imaginasi atau daya khayal pengarangnya, bagaimana sang pengarang bermain dengan kata-kata dan menjadikannya sebuah cerita panjang dan menarik, baik itu dengan tema percintaan bak ‘romeo n juliet’, atau petualangan atau misteri atau bahkan aksi bak ‘harry potter’nya JK Rowling dan ‘twilight saga’nya Stefani, atau ‘cinta terlarang’nya Andre Aciman yang mengisahkan percintaan sesama jenis dua orang pria yang berbeda latar belakang dan kepribadian. akan tetapi yang jelas itu semua bersifat fiktif belaka, karena salah satu syarat sebuah karya sastra dikatakan sebagai prosa adalah karya sastra tersebut bersifat fiktif (fiksi), tidak nyata, dan hanya berasal dari daya imajinasi sang pengarang.
lalu bagaimana dengan “Laskar Pelangi”?
setiap orang … bahkan semua orang mengatakan bahwa itu novel.

coba kita kembalikan lagi pada hakikat sebuah karya sastra terutama novel dan coba lihat dan kaji ulang kembali syarat-syarat sebuah tulisan bisa disebut sebagai karya sastra.

sebuah pemaparan dikatakan karya sastra prosa (misalnya, novel) jika dipenuhi beberapa syarat. pertama, di dalamnya terdapat deretan peristiwa. dua, peristiwa menghendaki adanya tokoh. tiga, deretan peristiwa dan tokoh itu adalah peristiwa dan tokoh fiktif (Atmazaki, 2007:38)

apakah masih bisa Laskar Pelangi yang mencetak banyak prestasi itu dikatakan sebagai sebuah novel?
Laskar Pelangi menghadirkan tokoh-tokoh yang awalnya dianggap tokoh fiktif atau imajinasi belaka oleh pembaca, tetapi tiba-tiba saja tokoh-tokoh tersebut muncul di dunia nyata, bahkan salah seorang tokoh mendapatkan penghargaan “Satya Lencana” sebagai pendidik yang berjasa.
bagaimana dengan para pendidik yang telah mengabdikan dirinya puluhan tahun di dalam dunia pendidikan, yang berada jauh dari hiruk pikuk keramaian, harus puas dengan gaji seadanya, sendirian mengajar satu sekolah karena tidak ada staf guru yang membantu, bahkan gaji yang seharusnya dinikmati harus habis hanya untuk membayar ongkos pulang pergi ke sekolah.
mengapa pemerintah tidak memberikan mereka penghargaan yang sama?
mengapa lebih memilih sosok yang hanya mereka kenal melalui tulisan seseorang?
sungguh suatu keanehan tapi nyata
lalu … bagaimana menurut anda?
“berdasarkan pendapat seseorang yang ahli di bidang sastra”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar