Selasa, 22 Maret 2011

ILHAM ATAU IDE KETIKA HENDAK MENULIS PUISI

I. PEMBUKA
Banyak kalangan mengatakan bahwa menulis puisi itu tidak lah mudah dan harus ditunjang oleh bakat dan kemampuan. Pernyataan tersebut banyak dikemukakan oleh kalangan pelajar atau peserta didik. Peserta didik mengeluhkan kesulitan ketika diminta oleh guru atau dosennya untuk menulis puisi dalam kegiatan pembelajaran atau perkuliahan. Salah satu kesulitan yang dialami mereka krtika hendak menulis puisi adalah ketika mencari ilham atau ide untuk sebuah puisi. Untuk itu, melalui makalah sederhana ini akan dikemukakan tentang bagaimana cara mencari ilham atau ide dalam menulis puisi.
II. PEMBAHASAN
Menurut Kamus Istilah Sastra, yang disebut puisi itu adalah; ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Berdasarkan pengertian tersebut, sebuah puisi yang ditulis atau diciptakan oleh pengarang atau penyair dibatasi dengan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan dalam menulis puisi. Namun, seiring perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi aturan-aturan tersebut tidak seketat seperti pada awal masa pertumbuhan puisi di waktu lampau. Puisi yang tidak terikat tersebut lebih kita kenal dengan istilah puisi modern.
Para pujangga Angkatan 45 berpendirian, bahwa seni tidak dapat tercipta tanpa ilham. Mereka pun berpendapat bahwa ilham itu tidak bisa dipaksakan, akan tetapi haruslah muncul dengan sendirinya diiringi dengan rasa cinta terhadap puisi itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan, seperti karya tulis lainnya puisi pun juga memiliki hubungan yang teramat erat dengan sebentuk kecintaan dan kegiatan membaca. Namun di samping pendapat tersebut, ada juga pendapat lain yang berbeda. “Di balik sikap yang mengatakan bahwa ilham itu mesti datang dengan sendirinya, sering orang lupa bahwa Chairil Anwar telah mengajarkan, seniman itu tidak boleh duduk termangu menunggu ilham jatuh dari langit.”
Sebagaimana pengarang-pengarang terkenal, mereka mempunyai kebiasaan memerhatikan keadaan sekelilingnya, lalu mencatatnya, kemudian menulisnya dengan segera. Mereka pun mencatat pengalaman-pengalamannya, dan membiasakan membaca karya-karya orang lain. Selain itu, Chairil pun menganjurkan supaya suka menerjemahkan karya-karya yang baik, entah itu dari bahasa apapun. Kebiasaan seperti itu akan memunculkan ide baru yang terilhami oleh karya orang lain yang dibacanya.
Memang energi terbesar untuk tetap terus-menerus menulis puisi adalah kecintaan terhadap puisi itu sendiri. Seseorang yang menulis puisi karena didorong oleh rasa suka atau cinta terhadap puisi tentunya akan tetap menulis puisi meski puisinya tidak pernah menembus seleksi redaktur sebuah media massa atau majalah sastra. Seorang pemuda yang terus menulis puisi karena cinta terhadap puisi, tentu akan terus menciptakan puisi meski puisi-puisinya tidak pernah mendapatkan pujian dari wanita pujaannya, walau puisinya tidak pernah mendapatkan tepuk tangan riuh-rendah dari lawan jenisnya
Namun, jika ingin menghasilkan puisi yang baik, tentulah modal cinta saja tak cukup. Seorang penyair yang tengah dicekam keinginan untuk terus-menerus menghasilkan puisi yang baik tentulah akan terus menulis, belajar, menulis lagi, belajar lagi, menulis, belajar, menulis terus dan terus-menerus belajar. Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah membaca. Dalam hal ini, yang lebih ditekankan adalah membaca puisi yang bermutu atau puisi-puisi yang dinyatakan sebagai pemenang sebuah perlombaan yang kredibel alias bermutu pula. Logikanya siapa yang membiasakan diri membaca bacaan-bacaan yang baik maka akan menghasilkan tulisan yang baik pula.
Begitu juga dengan puisi. Siapa yang membiasakan diri membaca puisi-puisi yang bermutu maka sangat besar kemungkinannya akan menghasilkan puisi-puisi yang bermutu pula. Maksudnya, membaca yang dimaksud dalam tulisan ini bukanlah membaca yang asal baca karena membiasakan diri untuk membaca bacaan yang tak bermutu, pada dasarnya sama saja dengan mengantarkan diri untuk menjadi penulis yang tak bermutu pula.
Jadi, jika kita tidak memiliki kecintaan terhadap puisi, maka kita akan menemui beberapa kesulitan. Tak hanya kesulitan untuk menelurkan sebuah puisi yang baik, namun lebih daripada itu kita akan kesulitan menikmati sebuah puisi. Tanpa kecintaan, rasa-rasanya kita tidak akan pernah tahu dimana letak nikmatnya mencipta dan membaca puisi.
Seorang penikmat apapun, memang tidaklah dituntut harus bisa menerangkan serinci mungkin kenikmatannya atas sesuatu. Seorang penikmat teh hijau, tidaklah harus bisa menjelaskan sedetail-detailnya kenikmatan meminum teh hijau. Tetapi paling tidak dia tahu mana teh hijau yang nikmat dan mana yang tidak. Setidak-tidaknya dia bisa menikmati enaknya teh hijau. Begitu pula dengan penikmat fotografi, penikmat film, penikmat novel, puisi, kolom, cerpen dan lain-lain.
Tanpa kecintaan terhadap puisi, menulis dan membaca puisi hanya akan menjadi siksaan, bukan lagi menjadi sesuatu yang ingin diulang dan diulang lagi. Tanpa kecintaan terhadap puisi, teori atau tips paling manjur pun tak akan berarti apa-apa, tak akan bisa memberi pengaruh apa-apa terhadap seseorang yang hanya ingin jadi penyair tanpa rasa cinta puisi. Tanpa kecintaan terhadap puisi, anjuran yang berasal dari penyair kelas dunia pun tak akan berarti apa-apa, karena pada dasarnya kecintaan terhadap puisilah yang mendorong seseorang terus belajar menghasilkan puisi yang baik.
Bila problema mendasar seperti cinta dan bacaan tersebut belum tuntas, maka sulitlah bagi kita untuk mendiskusikan hal-hal teknis menyangkut penulisan puisi yang baik. Artinya, segala tips dan segala teori teknis penulisan puisi hanya akan berarti jika seorang penulis puisi memiliki kecintaan dan bacaan yang sama beresnya. Sederhananya, jika seorang penulis puisi memiliki kecintaan yang tak beres dan bacaan yang tak beres, maka sudah bisa ditebak puisi yang dihasilkannya juga takkan beres.
III. PENUTUP
Dari uraian singkat di atas, kita mendapat mengetahui bahwa ilham untuk menciptakan sebuah puisi tidak hanya datang secara tiba-tiba tetapi dapat kita temukan dari kegiatan membaca dan menulis. Namun, sebelumnya kita harus menumbuhkan rasa cinta terhadap puisi.
DAFTAR RUJUKAN
Hadiwa, Atep J. Suatu Catatan Kreativitas Menuslis Puisi Bagi Siswa. (http://atepjs.wordpress.com/2008/09/10/kekuatan-dalam-puisi-adalah-%E2%80%98ilham%E2%80%99/). Diunduh tanggal 24 November 2010.
Martadi, Rosdi Bahtiar. Energi Cinta dan Filsafat Tinja: Sedikit Tips Penulisan Puisi Bagi Penyair Muda. (http://ketanduren.blog.com/2009/01/20/energi-cinta-dan-filsafat-tinja-sedikit-tips-penulisan-puisi-bagi-penyair-pemula/). Diunduh tanggal 24 November 2010.

1 komentar:

  1. Secara teori memang oke bu, gimana kalau teori tadi kita aktualisasikan. Misal, kita membuat antologi puisi. Sy juga ingin turut, Bu Kacamata !

    jenkelana

    http://www.sastrafresh.co.cc

    BalasHapus