Senin, 03 Januari 2011

KOMUNITAS PENUTUR (SPEECH COMMUNITIES)

A. Pendahuluan
Bahasa adalah milik individu dan sosial, dalam artian bahwa setiap individu bisa saja menggunakan bahasa yang sama atau logat yang sama atau jenis yang sama. Contohnya, untuk menggunakan kode atau bahasa yang sama dan dalam hal keanggotaan dalam komunitas penutur, sebuah term yang mungkin dikembangkan dari bahasa Di dalam konsep komunitas penutur yang akan kita bahas, terdapat beberapa kesulitan untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan komunitas penutur, terutama di dalam menjelaskan konsep dari komunitas penutur itu sendiri.



B. Pembahasan
1. Defenisi dan Hal-hal yang Berhubungan dengan Komunitas Penutur
Komunitas penutur kita, apapun itu, eksis dalam dunia nyata. Akibatnya, beberapa pengamatan alternatif harus dikembangkan dari komunitas penutur, satu hal yang membantu untuk penelitian bahasa di dalam masyarakat yang lebih baik dibandingkan dengan kebutuhan abstrak dari teori linguistik.
Defenisi komunitas penutur selama ini oleh para ahli selalu didasari melalui karakteristik atau ciri khasnya, kita harus mengakui hubungan yang tak terpisahkan oleh setiap defenisi yang menyatakan bahwa menggunakan menggunakan ciri khusus bahasa adalah bahasa milik bersama, bukan milik individu. Kita juga harus memahami bahwa menggunakan ciri khas bahasa saja untuk menentukan apa yang disebut komunitas bahasa atau apa yang bukan komunitas bahasa harus dibuktikan, sepanjang itu memungkinkan, karena orang-orang tidak akan membutuhkan hubungan yang langsung di antara ciri khas bahasa A, B, C dan seterusnya dan komunitas bahasa X. Apa yang bisa kita yakini adalah bahwa si pengguna bahasa benar-benar menggunakan ciri khas sebuah bahasa untuk menyatakan identitasnya tergabung di dalam sebuah kelompok, dan berbeda dengan kelompok lainnya, pengguna bahasa lain, tapi mereka menggunakan ciri khas bahasa itu dalam: sosial, budaya, politik, suku, dan lainnya.
Labov, mengenai komunitas penutur, ia menekankan dari kegunaan komunitas penutur untuk sebuah pencarian dari ciri khas yang membuat setiap individu merasa bahwa mereka adalah anggota dari komunitas yang sama. Sedangkan Milroy mengemukakan, bahwa komunitas penutur adalah konsep yang sangat abstrak karena sebagian norma yang digunakan komunitas bisa saja bukan sebuah bahasa di alam dan bahkan norma bahasa itu sendiri mungkin terbagi-bagi ke dalam beberapa kelompok. Selanjutnya, Bloomfield menyatakan komunitas penutur adalah sekelompok orang yang berinteraksi di dalam kaitannya dengan bahasa. Akan tetapi, Hymes, tidak sependapat dengan apa yang dikemukakan oleh para ahli tersebut mengenai komunitas penutur. Hymes berpendapat bahwa komunitas penutur tidak bisa diartikan semata-mata melalui kegunaan komunitas penutur. Tetapi, cara orang-orang melihat bahasa yang mereka gunakan juga penting, yaitu bagaimana logat mereka, bagaimana mereka menentukan fakta bahwa mereka menggunakan satu bahasa yang lebih disenangi dari bahasa lainnya, dan bagaimana mereka menentukan batasan-batasan bahasa. Jadi, dapat disimpulkan konsep atau defenisi komunitas penutur sampai saat ini sulit untuk dijelaskan.
Akan tetapi, berdasarkan pendapat para ahli di atas mengenai defenisi komunitas penutur dapat disimpulkan sebagai berikut, bahwa komunitas penutur adalah sekelompok orang yang tidak hanya berinteraksi di dalam kaitannya dengan bahasa, tapi tentang bagaimana cara orang-orang melihat bahasa yang mereka gunakan juga penting, yaitu bagaimana logat mereka, bagaimana mereka menentukan fakta bahwa mereka menggunakan satu bahasa yang lebih disenangi dari bahasa lainnya, dan bagaimana mereka menentukan batasan-batasan bahasa.

2. Komunitas yang Bersilangan
Fakta bahwa masyarakat menggunakan ekspresi seperti di dalam menggunakan bahasa New York, bahasa London, dan bahasa Afrika Selatan mengindikasikan bahwa mereka memiliki beberapa pendapat, bagaimana tipikal atau karakteristik dari setiap bahasa yang dimiliki oleh daerah tersebut. Maksudnya, apa yang seharusnya menjadi bagian dari komunitas penutur kadangkala sulit untuk dijelaskan. Contoh, Rosen (1980) telah menunjukkan beberapa masalah yang ditemukannya di kota London yang dikenal memiliki sebuah komunitas penutur dan menggambarkan ciri khas apa yang ada pada bahasa di daerah tersebut. Rosen mengatakan, bahwa beberapa kota tersebut tidak dianggap sebagai peta kerja, dari daerah ke daerah, tidak hanya karena bahasa dan dialek tidak memiliki penyebaran geografis yang sederhana, tetapi juga karena interaksi di antara mereka tidak jelas atau kabur dengan apapun batasan yang dibuat. Baik model geografis dan kelas sosial; menjadi palsu, walaupun setiap mereka berkontribusi kepada sebuah pemahaman. Bahwa, pada beberapa daerah, dialek dan bahasa memulai pengaruh pada setiap orang. Jadi, dapat disimpulkan kota London adalah sebuah komunitas penutur yang terlalu luas dan saling bersilangan.
Setiap komunitas memiliki keunikan multi bahasanya tersendiri dan tidak ada bahasa yang disamakan penyebarannya dalam komunitas residensial yang spesifik. Beberapa situasi tidak memiliki keunikan. Banyak daerah di bagian dunia yang lain memiliki beberapa karakter bahasa yang sama. Contoh, Balkans, daerah Selatan India, Papua Nugini. Persamaan mendasar dari komunitas bahasa mungkin mudah terlihat pada daerah yang lebih modern, berpegang teguh bahwa bahasa yang digunakan untuk mengekspresikan kebangsaannya dan menjadikan bahasa tersebut sebagai standar untuk mengalahkan Negara pesaing.
Sebuah komunitas atau kelompok akan menjadi satu kesatuan bagi sebuah pencapaian, pencapaian ini menjadi cukup berbeda dari pencarian kelompok lain. Akibatnya, seseorang bisa memiliki pada suatu waktu oleh banyak kelompok atau komunitas tergantung kepada pandangan akhirnya.
Konsep dari komunitas penutur tentunya menjadi praktis karena masing-masing individu mendapatkan keuntungan untuk menyatakan identitasnya dengan bebas. Seperti yang dikemukakan oleh Bolinger, tak ada batasan di mana manusia berkumpul bersama untuk menyatakan identifikasi pribadi, kenyamanan, keuntungan, kesenangan, atau tujuan lain seperti yang ada pada umumnya. Akan tetapi, tidak ada batasan untuk jumlah dan varietas dari komunitas penutur yang ditemukan di dalam masyarakat.
Setiap individu adalah anggota dari berbagai komunitas penutur yang berbeda. Hal yang menarik adalah ketika seseorang bisa membedakan apakah ia termasuk ke dalam komunitas yang satu atau komunitas yang lainnya berdasarkan ciri khas yang dimiliki komunitasnya.

3. Jaringan dan Daftar Keanggotaannya
Cara lain di dalam melihat bagaimana seorang individu berhubungan dengan individu lain di dalam masyarakat adalah dengan mempertanyakan di dalam jaringan apa individu tersebut berpatisipasi. Maksudnya, bagaimana dan di dalam kesempatan apa individu A berinteraksi dengan B, kemudian dengan C, dan kembali dengan D? seberapa seringkah bermacam-macam hubungan: apakah A lebih sering berinteraksi dengan B daripada dengan C atau D? seberapa luaskah hubungan A dengan B secara sadar dari berapa banyak individu yang berinteraksi baik dengan A maupun B di dalam aktivitas apapun yang membuat mereka bersama di dalam situasi?
Jaringan bercabang adalah sesuatu di mana individu diikat satu sama lainnya dalam sebuah varietas. Contohnya, melalui kerja sama, berbaur bersama dan bahkan ada kemungkinan perkawinan campuran. Hal tersebut membuat hubungan lokal yang intens. Sebaliknya, pada jaringan tunggal orang-orang berhubungan satu sama lainnya di dalam satu cara: mereka bisa bekerja bersama, atau berbaur bersama, atau tinggal berdekatan, tapi hanya satu yang menghubungkan. Pada beberapa kesempatan seseorang harus memiliki akses kepada beberapa jaringan tunggal yang berbeda, sehingga hubungan dengan keluarga, rekan kerja, dan rekan di waktu senggang tidak bertubrukan, selama mereka orang-orang yang berbeda. Kadangkala jaringan ini terlihat lemah dan bercampur baur. Konsep jaringan ini adalah hal yang sangat berguna, karena fokus kepada hubungan individu di dalam masyarakat luas melalui kontak individu yang dialami seseorang pada kelompok yang abstrak dan diri khas yang statistik.
Cukup jelas bahwa tidak ada dua individu yang sepenuhnya sama dalam kemampuan berbahasanya, juga tidak ada dua situasi sosial yang sepenuhnya sama di antara orang-orang yang dipisahkan dari kelas sosial asli secara bertahap melalui pekerjaan dan melalui beberapa faktor seperti agama, jenis kelamin, bangsa dan Negara, perbedaan fisik misalnya perbedaan keterampilan berbahasa (lisan atau tulisan), dan melalui ciri-ciri khas kepribadian.
Konsep dari repertoire bahasa bisa menjadi sangat berguna ketika diterapkan pada individu daripada diterapkan kepada kelompok. Kita bisa menggunakannya untuk menggambarkan kompetensi kreatif dari pengguna bahasa individu. Setiap orang kemudian akan memiliki perbedaan repertoire bahasa atau daftar bahasa. Reportaire bahasa itu sendiri adalah kemampuan seseorang atau individu menguasai berbagai bahasa.
Fokus kepada repertoire dari individu dan secara spesifik pada ilmu bahasa yang tepat yang mereka pilih di dalam keadaan yang telah dijelaskan, benar-benar terlihat bagaimana kita ditawarkan beberapa harapan di dalam menjelaskan bagaimana orang-orang menggunakan pilihan bahasa untuk membatasi diri mereka sendiri di setiap jalannya. Sebuah pilihan seorang pengguna bahasa melalui beberapa bunyi, kata, atau ekspresi menandakan di dalam beberapa cara. Bisa dikatakan ‘saya seperti kamu’ atau ‘saya tidak seperti kamu’. Ketika pengguna bahasa juga memiliki sejenis jarak yang mereka pilih dan bahwa pilihan itu sendiri membantu untuk mendefinisikan keadaan, kemudian banyak perbedaan yang mungkin timbul.



C. Kesimpulan
Komunitas penutur bisa menjadi hal yang sulit untuk didefenisikan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan cara pandang para ahli di dalam memahami dan menafsirkannya, sehingga sampai saat ini konsep atau defenisi komunitas penutur sulit untuk dijelaskan. Komunitas penutur tidak hanya dilihat dari faktor bahasa itu sendiri, melainkan juga berdasarkan logat atau dialek yang individu gunakan. Selain itu juga dilihat dari faktor geografis, sosial, etnik, agama, dan lainnya, karena faktor-faktor ini yang nantinya akan menentukan apakah komunitas penutur di suatu daerah bersifat statis atau berubah-ubah.

Daftar Rujukan
Wardhaugh, Ronald. 1986. An Introduction to Sosiolinguistics. New York: Basil Blackweel.
READ MORE - KOMUNITAS PENUTUR (SPEECH COMMUNITIES)

ROGER FOWLER, ROBERT HODGE, GUNTHER KRESS, DAN TONY TREW

I. Pengantar
Pada makalah ini mengambil pokok pembahasan yang dikemukakan oleh Roger Fowler dkk., mengenai kosakata yang digunakan di dalam bahasa pemberitaan di media cetak, kemudian mengenai tata bahasa yakni efek bentuk kalimat pasif dan efek nominalisasi, serta kerangka analisis yang digunakan di dalam menganalisis teks wacana di media cetak.

II. Ringkasan Materi
A. Kosakata
1. Kosakata: Membuat Klasifikasi
Bahasa pada dasarnya selalu menyediakan klasifikasi. Klasifikasi terjadi karena realitas begitu kompleksnya, sehingga orang kemudian membuat penyerderhanaan dan abstraksi dari realitas tersebut. Realitas tersebut bukan hanya bisa dikenali, pada akhirnya juga berusaha dibedakan dengan yang lain. Untuk itu, klasifikasi menyediakan arena untuk mengontrol informasi dan pengalaman.
Contoh: Tindakan pasukan Interfet ketika berada di Tomor Timur yang memborgol, menodong, dan menggeledah penduduk Timor Timur yang dicurigai sebagai milisi. Tindakan itu dapat dikatakan sebagai “intervensi” (campur tangan pihak asing dalam menangani kerusuhan di Indonesia), dapat juga dikatakan sebagai “menjalankan tugas” (apa yang dilakukan oleh Interfet tersebut sesuai dengan misinya untuk menangani sumber kekacauan di Timor Timur). Kita lihat di sini bagaimana kata-kata tersebut menyediakan klasifikasi bagaimana realitas dipahami. Klasifikasi ini bermakna peristiwa seharusnya dilihat dari sisi yang satu bukan yang lain.
Kosakata yang banyak dipakai dalam pemberitaan media adalah “intervensi” atau “konspirasi internasional”. Dengan memberi kosakata semacam itu untuk menamai perlu tidaknya kehadiran pasukan internasional di Timor Timur, media telah membentuk klasifikasi dengan realitas tertentu. Kosakata ini memberi arahan kepada khalayak bagaimana realitas seharusnya dipahami. Perhatikan tabel di bawah ini,
Klasifikasi (Anti-Interfet) Klasifikasi (Pro-Interfet)
masalah dalam negeri masalah internasional
intervensi, konspirasi internasional bantuan kemanusiaan
Menambah kekerasan menghentikan kekerasan
nasinalisme hak asasi manusia, hukum internasional, nilai kemanusiaan

Analisis: Pertama, pemakaian kata “intervensi” membatasi pikiran kita dengan persepsi khalayak, bahwa Timor Timur adalah masalah internasional, bukan masalah Indonesia saja. Dengan pemakaian kata itu, realitas masalah Timor Timur (dengan sengaja) dibatasi dan didefinisikan semata sebagai masalah nasional Indonesia. Kedua, kata “intervensi” itu juga membatasi khalayak pembaca untuk melihat persoalan di Timor Timur itu semata sebagai persoalan kehadiran pasukan asing di Timor Timur semata sebagai persoalan kehadiran pasukan asing di Timor Timur. Di sana tidak dipersoalkan dan dihilangkan fakta tentang kekerasan dan kerusuhan yang terjadi di Timor Timur. Artinya, kehadiran dan tindakan pasukan Intervet sebetulnya dapat dipahami sebagai tindakan yang perlu dan penting untuk menghentikan kekerasan yang terjadi di Timor Timur. Akan tetapi, kemungkinan ini dibatasi dengan pemakaian kata “intervensi”.
2. Kosakata: Membatasi Pandangan
Menurut Fowler dkk., bahasa pada dasarnya bersifat membatasi, kita diajak berfikir untuk memahami seperti itu, bukan yang lain. Kosakata berpengaruh terhadap bagaimana kita memahami dan memaknai suatu peristiwa. Hal ini dikarenakan, khalayak tidak mengalami atau mengikuti suatu peristiwa secara langsung. Oleh karena itu, ketika membaca suatu kosakata tertentu, akan dihubungkan dengan realitas tertentu.
Contoh : untuk melihat bagaimana kosakata mempengaruhi pandangan kita tersebut, dapat dilihat kasus konkret pemberitaan media atau kasus Tobelo, Galela, dan Jaelolo (Maluku). Kasus ini sendiri bermula pada 26 Desember 1999, meski tidak dapat dilepaskan dari rentetan kasus ini sejak setahun yang lalu. Sehabis berbuka puasa, dan mencapai klimaknya pada saat sahur keesokan harinya, sekitar 20 ribu warga Kristen, warga setempat dan pendatang, menyerang tiga kecamatan : Tobelo, Galela, dan Jaelolo yang dihuni tidak kurang dari 7000 jiwa. Total korban dari peristiwa ini konon mencapai 3000 jiwa.
Kosakata perang Kosakata penghalusan
perang, pembunuhan pembantaian, pembasmian, pertempuran, pembumi hangusan, pembersihan. tragedi, insiden, kasus, masalah
perang antara Islam Kristen, pertempuran laskar Islam Kristen, pembantaian pasukan Kristen terhadap mujahidin Islam kerusuhan berbau SARA, konflik berbau SARA, pertikaian bernuansa SARA, pertikaian antaragama.

Yang menarik di sini adalah bagaimana media memaknai dan menyebut peristiwa Ambon. Pilihan kata-kata yang dipakai menunjukkan sikap media tertentu ketika melihat dan memaknai suatu peristiwa. Peristiwa sama dapat digambarkan dengan pilihan kata yang berbeda-beda. Di sini ternyata ada perbedaan yang menarik antara Republika dengan Suara Pembaharuan dan Kompas. Republika banyak menyebut peristiwa ini sebagai pembantaian. Tentu saja yang dimaksud adalah pembantaian terhadap umat Islam. Sebaliknya Kompas dan Suara Pembaruan banyak menyebut peristiwa Ambon ini sebagai konflik, pertikaian, atau bentrok. Pemakaian kata-kata yang berbeda ini, hendaklah kita pahami bukan semata soal istilah semata, karena kata-kata itu menimbulkan arti dan pemaknaan tertentu ketika diterima oleh khalayak.
Kompas dan Suara Pembaruan tampaknya memilih berhati-hati dalam memberitakan kasus Ambon. Bentuk kehati-hatian itu ditunjukkan dengan memberi penyebutan yang netral atas peristiwa Ambon. Dengan menyebut konflik atau pertikaian di sana tidak terdapat penilaian (evaluation) atas pihak yang terlibat dalam konflik. Dengan kata-kata itu disugestikan bahwa tidak ada yang salah atau benar dalam kasus tersebut, tetapi suatu peristiwa yang rumit dan komplek. Kata seperti pembunuhan atau pembantaian membutuhkan pelaku yakni siapa yang melakukan pembantaian. Kata seperti itu juga membutuhkan korban, siapa yang menjadi korban pembantaian atau pembunuhan. Sebaliknya, kata konflik atau pertikaian di sana tidak ada posisi pelaku dan korban, tidak ada posisi salah benar, karena yang terjadi adalah gambaran tentang peristiwa yang tidak dapat dirunut siapa yang atau benar. Dengan memakai kata-kata tersebut, Kompas dan Suara Pembaharuan ingin terlihat aman dengan tidak memberi penilaian aata pihak-pihak yang bertikai.
3. Kosakata: Pertarungan Wacana
Kosakata haruslah dipahami dalam konteks pertarungan wacana. Dalam sebuah pemberitaan setiap pihak mempunyai versi atau pendapat sendiri-sendiri atas suatu masalah. Mereka mempunyai klaim kebenaran, dasar pembenar dan penjelas mengenai suatu masalah. Mereka bukan hanya mempunyai versi yang berbeda, tetapi juga berusaha agar versinya yang dianggap paling benar dan lebih menentukan dalam mempengaruhi opini publik. Dalam upaya memenangkan penerimaaan publik tersebut, masing-masing pihak menggunakan kosakata sendiri dan berusaha memaksakan agar kosakata itulah yang diterima oleh publik.
Contohnya dalam kasus Aceh bagaimana pertarungan wacana terjadi dalam kosakata. Dalam kasus Aceh ini dipandang ada dua pihak, TNI dan GAM yang masing-masing pihak tersebut mempunyai gambaran yang berbeda mengenai kasus ini baik dari terjadinyan konflik, penyebab, situasi, dan proses konflik korban maupun pelaku. Perbedaan pendapat tersebut dapat digambarkan di bawah ini:
PERISTIWA VERSI MILITER VERSI GAM
Kreung Geukuh Militer terpaksa melakukan penembakkan karena massa yang telah diprovokasi GAM hendak menyerang Detasemen Rudal 001. akibat bentrok antara massa dan militer, 31 orang tewas Tidak ada kontakn senjata dalam peristiwa tersebut. Militer secara membabi buta melakukan penembakkan kepada massa. Akibatnya, sebanyak 31 masyarakat tewas.

Dari gambaran di atas dapat disimpulkan antara kelompok militer dan GAM memiliki pertarungan wacana untuk memenangkan penerimaan publik. Dari sekian ratus berita terbukti pihak militerlah yang lebih dominan dalam pemberitaan. Dominannya ini pihak militer lebih disebabkan karena seringnya pihak militer diwawancarai, seringkali keterangan pers dikutip dibandingkan dengan versi yang diberikan pihak di luar militer.
4. Kosakata: Marjinalisasi
Argumen dasar dari Roger Fowler dkk, adalah pilihan linguistik tertentu– kata, kalimat, proposisi-membawa nilai ideologis tertentu. Kata dipandang bukan sebagai sesuatu yang netral, tetapi membawa implikasi ideologis tertentu. Di sini, pemakaian kata, kalimat, susunan, dan bentuk kalimat tertentu, proposisi tidak dipandang semata sebagai persoalan teknis tata bahasa atau linguistik, tetapi ekspresi dari ideologi: upaya untuk membentuk pendapat umum, meneguhkan, dan membenarkan pihak sendiri dan mengucilkan pihak lain. Pemakaian bahasa dipandang tidak netral karena membawa implikasi ideologis tertentu.
Pada level pilihan kata dipertanyakan bagaimana peristiwa dan aktor yang terlibat dalam peristiwa tersebut dibahasakan. Penamaan itu berhubungan dengan tiga aspek: aktor-aktor yang terlibat maupun peristiwanya. Pilihan kosakota yang dipakai ini, tidak dipahami semata-mata sebagai sekedar aspek teknis atau berurusan dengan persoalan tata ejaan, tetapi ada aspek ideologis di dalamnya. Bagaimana kata-kata tertentu aktor-aktor dibahasakan dan bagaimana peristiwa digambarkan yang berpengaruh terhadap pemaknaan ketika diterima oleh khalayak. Misalnya, mengenai pemerkosaan. Peristiwa pemerkosaan dapat dibahasakan dengan pilihan kosakata yang beraneka, baik dari korban (wanita), pelaku (laki-laki) maupun dari peristiwa pemerkosaan (event) itu sendiri.
B. Tata Bahasa
Roger Fawler dkk., memandang bahasa sebagai suatu set kategori dan proses. Kategori yang penting disebut sebagai model yang mengambarkan hubungan antara objek dengan peristiwa. Secara umum ada tiga model yang diperkenalkkan oleh Roger Fawler dkk. Pertama, model transitif. Model ini berhubungan dengan proses, yakni melihat bagian mana yang dianggap sebagai penyebab suatu tindakan, dan bagian lain sebagai akibat dari suatu tindakan. Model kedua, intransitive. Dalam model ini seorang aktor dihubungkan sengan suatu proses, tapi tanpa menjelaskan atau menggambarkan suatu akibat atau objek yang dikenai. Ketiga, model relasional. Model relasional menggambarkan hubungan di antara dua entitas atau bagian tresebut. Hubungan ini bisa berupa ekuatif yakni hubungan antara sama-sama kata benda. Ketiga model tersebut Oleh Roger Fawler dkk., disebut sebagai modal sintagmatik.
1. Efek Bentuk Kalimat Pasif: Penghilangan Pelaku
Dalam kalimat aktif, yang ditekankan adalah subjek pelaku dari suatu kegiatan, sedangkan dalam kalimat pasif yang ditekankan adalah sasaran dari suatu pelaku atau tindakan. Misalnya dalam peristiwa demonstrasi di dapan gedung DPR/MPR, polisi menembak lima orang siswa. Peristiwa tersebut bisa dibahasakan dalam susunan kalimat aktif berikut:
Polisi menembak 4 orang mahasiswa dalam demonstrasi di depan gedung DPR kemarin
Subjek(pelaku) Predikat Objek (sasaran) Keterangan

Kalimat di atas akan berbeda kalau tersebut diubah dalam bentuk pasif. Perhatikan kalimat di bawah ini:
Dalam demonstrasi di depan gedung DPR kemarin 4 orang mahasiswa ditembak (oleh) polisi
Keterangan Subjek (sasaran) Predikat Keterangan

Analisis: pertama, dalam susunan kalimat aktif, polisi diletakkan sebagai subjek pelaku. Artinya, kesalahan polisi dalam menangani demontrasi tersebut dilekatkan untuk ditonjolkan pertama kali dalam pemberitaan. Hal ini agak berbeda ketika kalimatnya diubah dalam bentuk pasif di mana polisi lebih netral, karena yang ditonjolkan bukan subjek pelaku tetapi korban, dalam hal ini mahasiswa. Kedua, bentuk kalimat bukan hanya membuat halus atau netral posisi pelaku, bahkan dapat dihilangkan dalam struktur kalimat.


2. Efek Nominalisasi: Penghilangan Pelaku
Penghilangan pelaku tindakan, selain lewat bentuk kalimat pasif, dapat juga dilakukan lewat nominalisasi (membuat verba menjadi nomina). Nominalisasi bisa menghilangkan subjek, karena dalam bentuk nomina bukan kegiatan atau tindakan yang ditekankan tetapi suatu peristiwa. Dalam kalimat yang menunjukkan kegiatan, membutuhkan subjek (siapa yang melakukan kegiatan), tidak demikian hal nya dengan peistawa. Peristiwa pada hakikatnya tidak membutuhkan subjek.
C. Kerangka Analisis
Bahasa yang dipakai oleh media bukanlah sesuatu yang netral, tetapi mempunyai aspek atau ideologi tertentu. Permasalahan analisis wacana model Roger Fowler adalah bagaimana realitas itu dibahasakan, maksudnya bagaimana pemakaian bahasa dalam menulis teks berita. Menurutnya ada dua hal yang harus diperhatikan dalam kerangka analisis wacana, yaitu:
1. Level kata, yaitu bagaimana hubungan kata-kata dengan makna yang ingin dikomunikasikan, baik dari pihak atau kelompok yang diuntungkan maupun dari pihak yang dirugikan dengan posisi yang ditermarjinalkan.
Contoh: Pilihan kosakata yang digunakan untuk menggambarkan peristiwa atau berita kekerasan,misalnya: perkosaan, pelecehan, persetubuhan, pembunuhan. Wanita yang jadi korban bisa dengan kata gadis, perempuan.
2. Level susunan kata atau kalimat, yaitu bagaimana kata-kata disusun dalam bentuk kalimat sehingga dapat dimengerti dan dipahami. Penekanan di sini bagaimana pola pengaturan, penggabungan, dan penyusunan kata sehingga membuat posisi satu pihak diuntungkan dari pihak lain.
Contoh: Daisy Mustiko, gadis manis dan pendiam. Gadis cantik itu diperkosa dan dibunuh.
Kalimat di atas berbentuk kalimat pasif. Dalam kalimat pasif ini penekanan ditujukan pada diri korban yang menyedihkan, sedangkan pelaku kekerasan disembunyikan. Akibatnya perhatian pembaca terarah kepada gadis bukan kepada pelaku.
Kalimat pasif bukan saja terdapat pada judul berita tetapi terdapat juga pada isi berita.
Contoh: “Selasa (9/5) sekitar pukul 21.00 wib, karyawati PT Petrosea, perusahaan yang bergerak dalam bidang perminyakan ini ditemukan tewas mengenaskan di kamar kosnya. Bagian kepalanya luka akibat benturan ke tembok dan lehernya biru bekas cekikan. Sementara pada bagian wajah ada luka sayatan. Bahkan diduga sebelum dibunuh, gadis cantik berusia 24 tahun ini terlebih dahulu diperkosa.”
Kutipan berita di atas ditulis dengan kalimat pasif. Dalam kalimat pasif tidak dibutuhkan subjek, karena tanpa subjek kalimat itu bisa dipahami. Penekanan dalam kalimat pasif di atas adalah pada diri korban, yaitu bagaimana keadaan korban, sehingga pelaku kekerasan agak diabaikan.

III. Kesimpulan
Roger Fowler dkk., membagi kosaka di dalam pemberitaan media yakni kosakata: membuat klasifikasi, kosakata: membatasi pandangan, kosakata: pertarungan wacana, dan kosakata: marjinalisasi. Selanjutnya, Roger Fawler dkk., memandang bahasa sebagai suatu set kategori dan proses. Kategori yang penting disebut sebagai model yang mengambarkan hubungan antara objek dengan peristiwa. Secara umum ada tiga model yang diperkenalkkan oleh Roger Fawler dkk., yakni transitif, intrasitif, dan relasional yang disebut dengan model sintagmatik. Selanjutnya, menurut Roger fowler dkk., ada dua hal yang harus diperhatikan dalam kerangka analisis wacana, yakni level kata dan level susunan kata atau kalimat.

Daftar Pustaka
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKS Yogyakarta
READ MORE - ROGER FOWLER, ROBERT HODGE, GUNTHER KRESS, DAN TONY TREW

Seberapa Baikkah Perkembangan Kosa Kata Anda?

I. Pendahuluan
Kamus Terbaru Bahasa Indonesia (2008:386), kosa kata yang berarti perbendaharaan kata atau banyaknya kata yang dimiliki. Kekayaan kosa kata seseorang secara umum dianggap merupakan gambaran dari intelejensia atau tingkatan pendidikannya. Ini disebabkan banyak ujian standar, seperti ujian TOEFL yang menjadi syarat untuk lulus S1 dan melanjutkan pendidikan S2, menuntut kita agar kita lebih memperbanyak kosa kata bahasa Inggris.
Berdasarkan hal tersebut kuantitas keterampilan berbahasa seseorang sangat tergantung pada kuantitas dan kualitas kosa kata yang dimilikinya. Semakin tinggi kualitas dan kuantitas kosa kata yang dimiliki, semakin besar pula kemungkinan seseorang terampil berbahasa. Jadi, dalam hal ini peranan pendidik sangat penting untuk menambah dan mengembangkan kosa kata pada diri peserta didik atau siswa dengan strategi pengajaran kosa kata yang baik dan menarik dan tentu saja para pendidik juga harus mengetahui sejauh mana pengembangan perbendaharaan kata siswa bimbingannya.

II. Ringkasan Bacaan
Beberapa lembaga pelatihan bahasa asing, terutama bahasa Inggris memiliki program pembelajaran kosa kata yang di dalamnya terdapat empat aspek keterampilan bahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut memiliki peranan penting di dalam mengawasi atau melihat perkembangan kosa kata para siswa, yang belajar di lembaga pelatihan bahasa Inggris atau kursus tersebut.
Ada dua pertanyaan atau landasan penting bagi tenaga pendidik di lembaga pelatihan bahasa Inggris tersebut, jika ingin melihat sejauh mana perkembangan kosa kata peserta didik atau siswanya, yaitu (1) kosa kata apa saja yang telah siswa ketahui dan yang belum diketahui? dan (2) apakah kosa kata tersebut sering dijumpai?. Berdasarkan dua pertanyaan tersebut, pendidik dapat memikirkan atau merancang strategi/cara untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kosa kata siswa bimbingannya. Akan tetapi, pendidik perlu ingat bahwa siswa bimbingannya memiliki kemampuan atau intelejensia yang berbeda di dalam menyerap materi yang disampaikan. Menyikapi hal yang demikian, pendidik harus memikirkan cara atau strategi dengan menggunakan tes yang tepat.
Ada dua cara untuk mengetahui sejauh mana perkembangan atau penguasaan kosa kata siswa melalui tes, pertama dengan menggunakan Tes Tingkatan Kosa Kata, yang telah dikembangkan oleh Trialled untuk membantu pendidik dalam usaha mengetahui perkembangan kosa kata siswanya. Berikut bentuk Tes Tingkatan Kosa Kata tersebut.

Bentuk Tes Tingkatan Kosa Kata
Di bawah ini terdapat enam kata. Anda harus memilih kata yang benar yang sesuai dengan maksud atau makna yang diinginkan.
1. bisnis
2. jam
3. kuda
4. pensil
5. sepatu
6. dinding
_____ bagian dari rumah
_____ binatang berkaki empat
_____ sesuatu yang digunakan untuk menulis
Anda bisa menjawabnya dengan cara sebagai berikut:
1. bisnis
2. jam
3. kuda
4. pensil
5. sepatu
6. dinding


__6__ bagian dari rumah
__3__ binatang berkaki empat
__4__ sesuatu yang digunakan untuk menulis
Cara yang kedua, yaitu Daftar Kata akademik (Coxhead, 2000) yang terdiri sari 570 kata yang bermanfaat untuk peserta didik yang belajar bahasa Inggris di universitas atau Sekolah Menengah Atas. Pada cara kedua ini, siswa harus mengetahui paling sedikit 2000 kata, yang meliputi bidang pendidikan (akademis), jurnalistik (media massa), sastra, dan kata dalam percakapan sehari-hari (informal). Dari 2000 kata tersebut, kata yang meliputi bidang pendidikan/akademis lebih banyak menuntut penguasaan kosa kata yang luas.
Adapun strategi atau cara yang dapat digunakan oleh pendidik, selain melihat sejauh mana perkembangan kosa kata siswanya juga dapat menambah kosa kata mereka adalah sebagi berikut:
1. Tebakan atau contextousing, membantu siswa dalam memaknai kata yang belum dikenal dengan menjelaskan makna tersebut.
2. Menggunakan cardsodeliberately atau mempelajari kata-kata asing dengan membuat catatan-catatan kecil dalam bentuk kartu ilmiah yang menarik disertai maksud atau makna dari kata tersebut.
3. Analysisobreaking, yaitu menggunakan awalan, sisipan, dan akhiran pada kata-kata kompleks untuk membantu mengingat kata dan maksud dari kata tersebut dengan mudah.
4. Menggunakan dictionaryousing atau kamus untuk menemukan maksud atau arti dari kata-kata tersebut. Strategi keempat ini memberi kemudahan bagi guru.

III. Aplikasi
Aplikasi perbendaharaan kata atau kosa kata dalam pembelajaran bahasa Inggris meliputi empat aspek keterampilan berbahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Untuk mempelajari dan menguasai kosa kata bahasa Inggris, pendidik bisa menggunakan satu strategi dari empat strategi di atas. Misalnya, strategi tebakan dengan memberikan kata kunci untuk sebuah benda yang dimaksud. Siswa menyimak kata kunci yang disampaikan dengan seksama, kemudian berusaha menebak berdasarkan kata kunci yang diberikan. Sehingga, secara tidak langsung menambah kosa kata siswa dari kata kunci tersebut. Empat strategi tersebut juga bisa digunakan di dalam pembelajaran bahasa Indonesia, untuk menambah kosa kata siswa mengenai kata, istilah, atau ungkapan. Misalnya, dengan menggunakan strategi keempat dictionaryousing atau kamus.

RENCANA PEMBELAJARAN


NAMA SEKOLAH
MATA PELAJARAN Bahasa dan Sastra Indonesia
KELAS /SEMESTER VIII (delapan) / 1 (satu)
PROGRAM
ASPEK PEMBELAJARAN Menulis dan menyusun kamus kecil
STANDAR KOMPETENSI Mengungkapkan infomasi dan manfaat melalui penulisan dan penyusunan kamus kecil

KOMPETENSI DASAR Mengaplikasikan sistematika penulisan dan penyusunan kamus kecil
INDIKATOR Menulis dan menyusun sebuah kamus kecil dengan memperhatikan sistematika penulisan dan penyusunan sebuah kamus, yakni penyusunan kata-kata atau istilah secara alfabetis, pemberian batasan pengertian, dan EYD.
ALOKASI WAKTU 4 x 45 menit ( 2 pertemuan)

TUJUAN PEMBELAJARAN

TUJUAN Siswa mampu mengaplikasikan sistematika penulisan dan penyusunan kamus kecil
MATERI POKOK PEMBELAJARAN Contoh sebuah kamus
Sistematika dan struktur isi sebuah kamus

METODE PEMBELAJARAN

Presentasi
Diskusi Kelompok
Inquari
Tanya Jawab
v Penugasan
Demontrasi /Pemeragaan Model

KEGIATAN PEMBELAJARAN

TAHAP KEGIATAN PEMBELAJARAN
PEMBUKA
(Apersepsi) Guru menjelaskan pengertian atau apa yang dimaksud dengan sebuah kamus.
Menjelaskan sistematika penulisan dan penyusunan sebuah kamus, manfaat atau informasi yang dapat diperoleh dari kamus.


INTI Pertemuan ke-1 ( 90’)
Guru menjelaskan apa yang dimaksud dengan kamus dan menjelaskan sistematika atau tahap-tahap penulisan dan penyusunan sebuah kamus.
Siswa mengeluarkan/menyiapkan buku/bahan bacaan yang akan digunakan sebagai sumber dan memulis dan menyusun sebuah kamus kecil. Misalnya, buku mengenai bidang sastra. Siswa diberi kesempatan untuk membaca sampai tuntas / menuntaskan pembacaan buku.
Siswa mencatat kata-kata, istilah, atau ungkapan-ungkapan di dalam buku tersebut.
Pertemuan ke-2 ( 90’)
Siswa menulis kamus kecil berdasarkan data yang telah diperoleh dalam buku yang dibaca dan mencari arti dari kata-kata, istilah, atau ungkapan tersebut. Dalam hal ini guru memberikan kamus lain sebagai pedoman.
Siswa saling menukarkan hasil penulisan dan penyusunan kamus kecil dengan siswa lain untuk diedit baik isi, struktur, maupun bahasanya.
Siswa diberi waktu untuk menulis ulang berdasarkan koreksi atau hasil edit temannya.
Siswa mengerjakan Uji Kompetensi Diri /Kelompok: mendengarkan berita, menjawab pertanyaan pemahaman isinya, dan memberikan tanggapan secara kritis.
PENUTUP
(Internalisasi dan refleksi)
Siswa menjawab soal-soal Kuis Uji Teori untuk mereview konsep-konsep penting tentang penulisan dan penyusunan kamus kecil yang telah dipelajarinya
Siswa diajak merefleksikan nilai-nilai serta kecakapan hidup (live skill) yang bisa dipetik dari pembelajaran
Guru mendorong siswa untuk terus mengasah keterampilannya menulis kamus kecil.


SUMBER BELAJAR

V Pustaka rujukan Fokus Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs karya E. Kosasih penerbit Erlangga
V Material: VCD, kaset, poster

V Mediacetak dan elektronik Contoh sebuah kamus
V Website internet
Narasumber
Model peraga
V Lingkungan

PENILAIAN




TEKNIK DAN BENTUK Tes Lisan
V Tes Tertulis
Observasi Kinerja/Demontrasi
V Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio
Pengukuran Sikap
Penilaian diri

INSTRUMEN /SOAL


Daftar pertanyaan Kuis Uji Teori untuk mengukur pemahaman siswa atau konsep-konsep yang telah dipelajari
Tugas untuk menulis kamus kecil
Daftar pertanyaan Kuis uji teori untuk mengukur pemahaman siswa atau konsep-konsep yang telah dipelajari

RUBRIK/KRITERIA PENILAIAN/BLANGKO OBSERVASI






IV. Refleksi
Tujuan dari pembelajaran kosa kata bahasa Inggris dengan menggunakan dua dan empat strategi yang telah dijelaskan sebelumnya adalah agar pendidik dapat dengan mudah mengetahui sejauh mana perkembangan perbendaharaan kata yang dimiliki oleh siswa atau peserta didik bimbingannya. Dalam kesempatan ini pula, pendidik dapat mempelajari karakteristik siswanya. Hingga pada akhirnya, pendidik dapat menerapkan strategi pembelajaran bahasa dan evaluasi yang baik dan tepat berdasarkan program pembelajaran kosa kata bahasa Inggris di tempat pelatihan tersebut.
Empat strategi di atas sangat cocok jika diterapkan di dalam pembelajaran bahasa dengan tujuan untuk menambah kosa kata siswa. Untuk mengetahui sejauh mana penguasaan atau perkembangan kosa kata siswa, Bentuk Tes Tingkatan Kosa Kata dan Daftar Kata Akademik dirasa sangat membantu pendidik.

Daftar Rujukan

Nation, Paul. How Good is Your Vocabulary Program?. http://www.eslmag.com/modules.php?name=News&file=article&sid=24 . (9/13/2008)

Tim Reality. 2008. Kamus Terbaru Bahasa Indonesia. Surabaya: Realit
READ MORE - Seberapa Baikkah Perkembangan Kosa Kata Anda?